cerita Jepang

Tentang covid-19 di Jepang

Assalamu’alaikum…

Ya Allah, blog ini hiatus lama banget ya. Maafkan. Alhamdulillah kabar saya dan keluarga baik, buat yang tanya kabar. Masih tinggal di Jepang juga. Anak sudah dua dan otw tiga. Hehe. Mohon doanya.

Baik, sebagai pemanasan saya mulai nulis lagi. Saya akan update tentang pandemi yang sedang melanda dunia, tak terkecuali Jepang. Bagaimana kami melewatinya selama beberapa bulan ini.

Nisa, anak saya kelas 2 SD di jepang saat virus corona masuk ke Jepang sekitar pertengahan bulan Januari, dan adiknya, Bia, sehari hari dititip di daycare selama saya kerja.


Fyi, pasien positif corona pertama di jepang adalah laki2 kewarganegaraan China yang tinggal di Kanagawa ken. Ia pernah punya riwayat pergi ke Wuhan. Setelah itu akhir Januari menyusul orang jepang pertama yang tertular corona adalah seorang laki2 berusia 60 tahun asal Nara ken yang bekerja sebagai supir bis wisata. Tidak punya riwayat pergi keluar negeri. Diduga kuat ia tertular saat mengantar turis asal Wuhan dari Osaka ke Tokyo dan sebaliknya. Saat itu pemerintah jepang memang belum menutup bandara. Turis asing terutama dari China masih banyak berdatangan.

Bulan februari publik jepang dikejutkan oleh kapal pesiar diamond princess yang merapat di pelabuhan yokohama. Kapal berpenumpang 3000an orang ini setidaknya 700 diantaranya terjangkit corona, termasuk di dalamnya kru asal Indonesia. Akhir februari masyarakat tambah was2 karena masa karantina penumpang kapal telah selesai dan mereka akan dipulangkan ke daerah masing2. Masyarakat masih takut mereka membawa virus karena ada pasien positif tanpa gejala. Saat itu pemerintah jepang dikritik habis karena dinilai lambat dalam penanganan dan dinilai proses karantina di atas kapal tidak dilakukan dengan benar dan tidak sesuai prosedur.

Benar saja, akhir februari pasien corona semakin bertambah jadi lebih dari 100 orang (di luar penumpang kapal).

Berangkat dari kejadian ini, akhirnya pemerintah menutup/ meliburkan sekolah di seluruh jepang pada awal bulan maret hingga satu bulan ke depan sebagai langkah antisipasi.
Saat itu memang sekolah2 di jepang bisa dibilang sudah selesai masa belajar, paling tinggal mempersiapkan kelulusan dan ujian masuk bagi siswa sekolah lanjut. Momen kelulusan (wisuda) pun terpaksa ditiadakan. Tapi ada sebagian yang tetap menyelenggarakan dengan peserta seminim mungkin, hanya diikuti siswa yang lulus dan guru terkait, tanpa orangtua dan adik2 kelas, namun tetap memperhatikan prosedur kesehatan dan social distancing. Itupun prosesnya kilat, paling hanya satu jam selesai dan langsung pulang. Wisuda online? Hmm… kayaknya ga ada. (Di universitas mungkin ada ya, tapi saya ga searching ttg itu). Begitu juga ujian, dilakukan seminim mungkin dan sekilat mungkin dengan aturan yang ketat.

Bagi Nisa, ini hanya seperti liburan kenaikan kelas yang dipercepat dan waktunya diperpanjang jadi satu bulan. Bagi Bia, tidak ada libur daycare karena mamanya tetap kerja (tidak bisa wfh -work from home-). Pemerintah tidak bisa membuat aturan meliburkan karyawan juga, hanya menghimbau bagi perusahaan yang memungkinkan bekerja dari rumah, harap wfh. Tempat2 wisata juga mulai menutup operasionalnya. Tempat2 ibadah juga tutup dan meniadakan kegiatan ibadahnya. Semua dilakukan di rumah. Lockdown? No. Tidak ada istilah itu di jepang. Semua hanya bersifat himbauan. Stay at home, ceunah.

Saat itu, berita yang jadi concern lainnya adalah Tokyo Olympic 2020. Apakah akan tetap diselenggarakan atau diundur atau dibatalkan. Banyak pro dan kontra. Yang jelas pemerintah jepang menunggu hasil keputusan IOC (international Olympic committee). Tadinya sempet keukeuh mau tetap diselenggarakan, sampai obor Olympic juga sempat diterbangkan dari Athena ke Fukushima. Orang2 terlanjur berkumpul di stasiun Fukushima untuk melihat, walaupun riley-nya dibatalkan. Akhirnya, keputusan dari IOC, Tokyo Olympic 2020 diundur ke 2021. Sementara itu, pasien corona di jepang sudah mencapai 1000 orang lebih (akhir maret).

Masuk bulan April, tahun ajaran baru dimulai. Liburan telah usai, belum ada pemberitahuan lebih lanjut dari pemerintah. Anak2 sangat bersemangat terutama yang baru pertama kali sekolah. Upacara penerimaan murid baru memang selalu menyenangkan. Nisa naik kelas 3.

Pihak sekolah akhirnya tetap menyelenggarakan upacara penerimaan murid dengan metode baru.
Ya intinya cuma meminimalkan orang sih dan acara dibuat sesingkat mungkin. Murid2 lain yang biasanya ikut berpartisipasi berbaris menyambut, kali ini hanya melihat dari ruang kelas masing2 melalui monitor. Hari pertama sekolah berlangsung cepat.

Besoknya langsung ada pemberitahuan dari pemerintah bahwa sekolah diliburkan lagi satu bulan, mengingat grafik penyebaran corona masih tinggi. Jadi, nisa cuma masuk sekitar dua hari habis itu libur lagi.

Saat itu terjadi overshoot di Jepang. Pasien positif melonjak hingga 3000 orang, dengan penambahan pasien 100 – 500 orang per hari. Hal ini membuat pemerintah memberlakukan status darurat (emergency state) di 7 prefektur (Tokyo, Saitama, Chiba, Kanagawa, Osaka, Hyogo, Fukuoka) pada tanggal 7 April. Prefektur Aichi (tempat saya tinggal) menyusul kemudian. Status darurat di jepang bukan lockdown. Lebih mirip PSBB kalau diistilahkan.

Namun, makin hari penambahan pasien makin tinggi hingga 700 orang per hari. Jumlah pasien corona tembus angka 10.000 lebih di pertengahan April. Akhirnya pemerintah memberlakukan status darurat di seluruh jepang per tanggal 16 April. Medis pun mengalami kewalahan. Sempat ada berita RS di Osaka kekurangan APD.

Kembali ke kehidupan anak2 sekolah. Selama libur, apakah ada sekolah online seperti di Indonesia atau luar negeri lain? Nope. Tidak ada. (Ralat: untuk level universitas dan sekolah tertentu sepertinya ada, tergantung kebijakan sekolah dan pemerintah kota masing2). Selama status darurat, Jepang sendiri sudah kewalahan dengan kebijakan work from home. Banyak perusahaan yang tidak siap jika karyawannya wfh. Banyak kendalanya. Silakan googling beritanya, low-tech Japan challenged in working from home. Apalagi jika ditambah dengan sfh (school from home).

Akhirnya sekolah nisa menggunakan sistem pe-er! Hehe. Guru wali kelas membuat lembar kerja siswa yang harus dikerjakan. Lembar kerja ini diterima murid sudah dalam bentuk print2an. Ada juga yang ditambah latihan dari buku materi. Materinya kan belum diajarin. Yah, apa boleh buat, belajar sendiri lah. Haha. Bagi Nisa, ini kayak pe-er musim panas yang seabrek-abrek. Tugas tidak perlu difoto dan dikirim ke guru tiap hari lewat ponsel. Pe-er nya dikumpul kalau sudah masuk.

Masuk bulan mei, pasien corona tembus 15.000, yang meninggal ada 500an. Tanggal 4 mei, status darurat diperpanjang sampai 31 mei. Yang artinya sekolah libur lagi.

Menanggapi hal ini, mau tidak mau guru harus menambah pe-er. Caranya? Dibuat seperti pertemuan orangtua – guru untuk mengambil bahan pe-er ke sekolah. Dibagi grup-grup selama dua hari dengan waktu bergantian. Satu wali murid diberi waktu sekitar 5-10 menitan untuk menghadap guru mengambil pe-er. Selagi ambil pe-er baru, pe-er lama yang sudah dikerjakan, dikumpulkan.

Kabar baiknya, grafik penambahan pasien mulai menurun. Jepang berhasil menekan angka penambahan pasien dibawah 100 setiap harinya. Prefektur Aichi dan prefektur lain mulai tidak ditemukan kasus baru selama beberapa hari. Hal ini membuat pemerintah mencabut status darurat di 39 prefektur tanggal 14 mei, kecuali 8 prefektur (Tokyo, Kanagawa, Saitama, Chiba, Hokkaido, Osaka, Hyogo, dan Kyoto).

Wilayah Kansai (Osaka, Hyogo, Kyoto) menyusul kemudian dicabut status daruratnya tanggal 21 mei. Dan sisanya, Tokyo, Kanagawa, Saitama, Chiba, dan Hokkaido, tanggal 25 mei.

Setelah itu, Jepang bersiap dengan new normal. Sebenarnya, selama masa darurat, Jepang sudah menerapkan kebiasaan new normal. Masker bisa dibilang sudah biasa dipakai warga Jepang sehari-hari dari anak2 sampai orangtua. Begitupun dengan kebiasaan cuci tangan. Ya ada juga sih yang ga patuh. Kebiasaan baru lainnya adalah selalu mengecek suhu badan tiap pagi ketika hendak beraktivitas keluar rumah.

New normal bagi perusahaan, meneruskan kebiasaan work from home yang sudah dilakukan selama dua bulan terakhir. Untuk restoran, menyediakan hand sanitizer di pintu masuk, dan layanan ‘mochi-kaeri’ atau makan dibungkus bawa pulang. Ada juga yang menyediakan layanan delivery online. Supermarket atau tempat belanja, memasang sheet pemisah di bagian kasir, serta menambah mesin kasir otomatis yang memungkinkan kita untuk melakukan pembayaran sendiri tanpa berinteraksi dengan pegawai kasir. Jarak antrian juga diperlebar sekitar 2m.

Tempat2 hiburan dan taman bermain juga mulai dibuka lagi dengan bertahap. New normal bagi mereka selain dengan prosedur kesehatan dan social distancing juga membatasi pengunjung per hari. Ada batas maksimal pengunjung.

Sedangkan new normal untuk anak sekolah adalah (setidaknya ini yang diterapkan di sekolah nisa):

  1. Wajib memakai masker dan mengukur suhu tubuh sebelum berangkat sekolah.
  2. Sebagian daerah menerapkan sekolah shift pagi dan siang.
  3. Dilarang pinjam meminjam barang dengan teman atau orang lain.
  4. Pelajaran renang dan olahraga yang menggunakan bola, ditiadakan.
  5. Buku perpustakaan tidak boleh dipinjam, hanya boleh dibaca di tempat.
  6. Saat pelajaran tidak boleh banyak bicara.
  7. Pelajaran musik, saat bernyanyi tetap menggunakan masker dan suara kecil.
  8. Saat makan siang, dilarang bicara dan makan dengan tenang. Makanan tidak dibagikan seperti biasa, tetapi sudah ditempat2kan kemudian diambil masing2, tidak boleh menyentuh makanan punya teman. Dan… ga boleh nambah. Hehe.
  9. Libur musim panas diperpendek untuk memenuhi jam belajar yang kurang.
  10. Selalu cuci tangan setelah dari luar dan sebelum masuk kelas.

Apakah anak2 patuh dengan aturan ini? Ga juga. Saya tanya nisa, teman2nya tetap ngobrol seperti biasa. 😁 Cuma memang aturan2 dasar seperti masker dan cuci tangan, mereka sudah otomatis.

Namun, beberapa hari setelah status darurat dicabut di seluruh Jepang, sekarang jepang mengalami kekhawatiran akan terjadi gelombang kedua corona. Diawali dengan penambahan pasien positif di daerah kitakyushu. Sekarang Tokyo juga mulai nambah lagi pasien positif. Tanggal 2 juni pemerintah kota Tokyo mengeluarkan Tokyo Alert yang menunjukkan kewaspadaan atas kembali naiknya angka positif corona. Tetapi hari ini, 12 juni, peringatan itu telah dicabut. Dan Tokyo pun sedang bersiap dengan step 3 pembukaan tempat2 hiburan seperti theme park, pachinko, karaoke, bar, dll.

Itulah sekilas update dari Jepang. Saat ini per tanggal 12 Juni hari ini, jumlah positif corona di Jepang 17.348 , meninggal 922 , sembuh 15.383 (sumber nhk). Semoga corona segera berlalu, dan ekonomi dunia kembali membaik.
Stay safe and healthy.

Salam.

4 thoughts on “Tentang covid-19 di Jepang

  1. Corona memang menghantam seluruh dunia. Indonesia sendiri acak kadut mbak, antara pemerintah yang kurang tegas dan masyarakat yang emboooooooooh hehehe.

    Semoga semuanya segera kelar. Sehat selalu mbak!

  2. Waalaikumsalam mamanisa.
    Senang dengar kabar Mbak sekeluarga baik-baik di Jepang. Lama tidak update Mbak 😂😂
    Selamat sudah otw anak yg ketiga 🥰
    Alhamdulillah ikut senang dengar kabar dari Jepang, semoga tidak ada gelombang kedua. Aamiin.
    Sehat-sehat terus mamanisa dan keluarga ❤️

  3. Dah lama banget gak update blog nya ini yah mba 😁

    Sepertinya gak jauh berbeda perkembangannya dengan yang ada di Indo mba, makin hari makin mengkhawatirkan. Apalagi sejak mulai diberlakukannya new normal, ngeri-ngeri sedep ngeliat tetangga sekitar udah ngelepas semua anak-anaknya keliaran main, asli banyak banget yang gak ngerti kalo new normal itu bukan back to normal. Sampe ada beberapa anak yang gedor-gedor mau maen ke rumah. Ibu-ibunya ada donk di rumah tetangga, udah mulai pada ngumpul lagi ngerumpi sambil momong anak. 😅

  4. iya indonesia dan jakarta khususnya sudah banyak yg kena dari teman kerja hingga saudara2, apalagi ppkm sekarang di lanjut akhir juli 2021 katanya, semoga indonesia dan seluruh dunia cepat pulih dari virus corona ini, aamiin.
    Nice info Thanks

Leave a comment