cerita fiksi

Prompt #14: Desa Bersalju -Otousan-

973070_10200578256051413_1705507355_n

“Otousan….” Aku menggeser pintu dan memasuki genkan. Kubersihkan pakaianku dari sisa-sisa salju yang menempel.

Aku melepas sepatuku dan menaruhnya di getabako yang ada di samping pintu. Kemudian aku masuk ke ruangan besar. Saat aku kecil dulu, ruangan ini terasa terlalu besar untukku. Tidak banyak perabot di sini, hanya ruangan kosong dengan sebuah tungku perapian di tengah-tengah ruangan tempat kami menghangatkan badan saat musim dingin.

“Otousan….” Aku melanjutkan langkahku menuju ruangan lain. Kenangan masa kecil langsung menyambutku. Di ruangan ini terdapat peralatan sederhana untuk membuat udon. Dulu aku suka sekali udon. Hampir 20 tahun kehidupanku kuhabiskan dengan membuat udon bersama ayah, ibu, dan adik-adikku, sebelum akhirnya aku memutuskan untuk merantau ke Tokyo demi ambisiku. Masih bisa kurasakan adonan tepung lembut menyentuh telapak kakiku. Kami bekerja sejak pagi. Udara dingin memaksa kami terus bergerak supaya tetap hangat. Ah, betapa aku sangat merindukannya.

“Otousan….” Aku menggeser pintu dan tersenyum mendapati ayahku ada di sana. Kumasuki ruangan 3 x 3 meter ber-tatami itu. Ada bunyi derit saat aku menginjak tatami yang usianya sudah berpuluh tahun. Aku kagum bagaimana ia bisa bertahan selama itu.

Aku duduk bersimpuh di hadapan ayahku.

“Otousan, maafkan aku. Sungguh aku sudah berusaha semampuku. Bahkan lebih keras dari siapapun. Tapi aku tidak tau mengapa bisa terjadi. Aku telah mencuri hasil karya orang lain. Ini bukan diriku, Otousan. Aku tahu aku telah melampaui batas. Tidak ada yang percaya padaku. Aku bahkan baru menyadari bahwa aku tidak punya teman. Aku kehilangan pekerjaanku 3 hari lalu….” Cerita itu mengalir begitu saja dari mulutku, bersamaan dengan air mataku.

Kutatap ayahku. Ia masih bergeming di tempatnya.

“Otousan, aku lelah… dengan Tokyo…” Kurebahkan tubuhku di samping ayah. Kupejamkan mataku.

Tiba-tiba aku seperti merasakan ayah memelukku. Membelai rambutku seperti yang sering ia lakukan dulu.

“Asako, aku selalu mempercayaimu…”

Aku membuka mataku dan menegakkan tubuhku. Kutatap sekali lagi ayahku. Senyumnya masih sama. Ya, sejak dulu kau memang selalu percaya padaku.

“Arigatou, Otousan.”

Aku mengambil sesuatu dari dalam tas ranselku. Sake. Ayah selalu suka sake. Aku menuangkannya ke dalam cawan kecil dan kusuguhkan di depan ayah. Kemudian aku mengatupkan kedua tanganku dan memejamkan mata seraya berdoa. Setelah itu kubersihkan altar dan foto ayah yang tersenyum. Senyum yang akan selalu aku rindukan.

“Otousan, tadaima kaerimashita…”

 

***

jumlah kata: 362

MFF Prompt Challenge #14: setting desa berselimut salju.

 

Catatan:

otousan: panggilan ayah dalam bahasa Jepang.

genkan: bagian depan rumah tradisional Jepang, tempat di mana orang melepas sepatu mereka.

getabako: rak sepatu yang biasa ada di samping genkan.

udon: mie khas Jepang, bentuknya lebih tebal dari mie biasa.

tatami: lantai khas Jepang yang biasa ada di rumah tradisional Jepang.

sake: arak Jepang.

arigatou: terima kasih.

tadaima kaerimashita: aku pulang.

51 thoughts on “Prompt #14: Desa Bersalju -Otousan-

  1. Ah… Saya jadi bisa belajar bahasa Jepang.. 😀

    *lospokus.

    Bagus ceritanya, Mba.. 🙂

    Penjabarannya membuat saya merasa ada di sana..

      1. Mbak Nisamama ini bener-bener menguasai settingnya. Jadi yang baca bisa ikut ‘merasa hadir di sana’.

        Ah top markotop lah! 😀

    1. aih, eiji yoshikawa memang masternya. salut sama penerjemahnya yg sanggup nerjemahin novel tebel banget begitu dan dengan bahasa yang bagus pula. *kagum*

  2. Eeeuy, terasa banget nuansa Jepangnya. Emang beda ya kalau yg nulis benar2 tinggal di Jepang? hehe
    Meskipun udh ketebak kalo dia ngomong ama altar persembahan, tapi saya tetap suka ceritanya. Sweet 🙂

    1. iya, Mak. ceritanya udah meninggal. itu lagi ngomong di depan altar persembahannya. woogh, Mak Astin ini jg pasti orangnya romantis. hihihi 😉

  3. Ceritanya oke banget, Mbak 🙂
    Otousan bangkit memberi semangat 🙂
    Ehm, keknya di dunia nyata memang ada yang pernah mengalami hal-hal seperti itu ya, Mbak. Bisa jadi itu merupakan mimpi 🙂

  4. Udah ketebak sih ya, ayahnya udh meninggal. Tp ceritanya halus, aku suka. Jd belajar bahasa jepang jugak ini. Hahahah
    Cuma sayangnya, penggambaran desa bersaljunya malah ga ada. Pantesan dirimu bikin 2 cerita, mak. 😀

  5. lepas dari fakta bahwa ini ga bercerita tentang desa bersalju… ini keren sangat! kental banget jepangnya. yaaa pasti beda sih kalo yg nulis ngerasain tinggal di jepang.
    semacam kita di jawa yang nulis dengan settingan jawa 😆

Leave a reply to fatwaningrum Cancel reply